Jumat, Maret 04, 2011

Putusan MK Buka Peluang Penetapan di Yogyakarta

Putusan Mahkamah Konstitusi dalam perkara uji materi Undang-Undang Otonomi Khusus Papua terkait dengan mekanisme pemilihan gubernur membuka kemungkinan bisa ditetapkannya gubernur-wakil gubernur di daerah yang diakui sebagai daerah istimewa, seperti Yogyakarta. Kesimpulan ini terlihat di dalam pertimbangan hukum MK halaman 38 putusan bernomor 81/PUU-VIII/2010.

Hal tersebut diungkapkan oleh pengamat hukum tata negara Irmanputra Sidin di Jakarta, Kamis (3/3).
Pasal 18 B Ayat (1) UUD 1945 menyatakan, ”Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat Khusus atau bersifat Istimewa yang diatur dengan Undang-Undang”. Menurut Mahkamah Konstitusi (MK), pengakuan adanya keragaman itu mencakup sistem pemerintahan serta hak dan kewenangan yang melekat di dalamnya, adat istiadat, serta budaya daerah yang dijamin dan dihormati melalui penetapan UU.

Menurut MK, pengakuan itu termasuk pengakuan atas hak asal usul yang melekat pada daerah yang bersangkutan berdasarkan kenyataan sejarah dan latar belakang daerah tersebut. ”Artinya, menurut Mahkamah, jika dapat dibuktikan dari asal usul dan kenyataan sejarah, daerah tersebut memiliki sistem pemerintahan sendiri yang tetap hidup dan ajek, tetap diakui dan dihormati yang dikukuhkan dan ditetapkan dengan undang-undang (UU),” demikian terungkap dalam putusan MK tersebut.

Irman mengungkapkan, putusan ini memang bersifat prospektif. MK memberi penegasan bahwa selama ada keistimewaan yang dapat diterima dan diakui UU, tidak ada masalah konstitusional terkait mekanisme pemilihan kepala daerah setempat termasuk dengan penetapan. Dalam konteks RUU Keistimewaan DIY, penetapan gubernur pun bukan hal yang inkonstitusional.

Hal tersebut, tutur Irman, sekaligus menjawab kegundahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atas Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945 yang mengamanatkan agar kepala daerah harus dipilih secara demokratis. Dengan pertimbangan MK tersebut, pengisian jabatan kepala daerah di sebuah daerah istimewa—baik melalui penetapan maupun tanpa melalui pemilihan demokratis—tidak bertentangan dengan konstitusi. ”Tentunya asalkan sesuai dengan kriteria yang dibuat MK dan ditetapkan melalui UU,” kata Irman.
Sementara putusan MK yang menolak permohonan uji materi DPR Papua dan Papua Barat menjadi jaminan KPU melaksanakan pemilihan umum kepala daerah. Direktur Democratic Center Universitas Cenderawasih Mohammad A Musaad di Jayapura mengungkapkan, tuntutan gubernur/wakil gubernur dipilih DPRD tidak sesuai dengan kondisi sosial politik masyarakat Papua yang lebih menghendaki pemilihan langsung. Putusan MK diyakini tidak akan menimbulkan protes dari masyarakat yang lebih menginginkan kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat

Ketua Dewan Adat Papua Wilayah Manokwari Barnabas Mandacan mengatakan, masyarakat sudah menunggu lama putusan MK ini. Selama ini mereka dibuat bingung dan tidak pasti bagaimana sebenarnya aturan memilih kepala daerah mereka. Padahal, masyarakat menginginkan bupati atau gubernur dipilih langsung. (ANA/THT/RWN)

Artikel Terkait:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar