Sabtu, Oktober 02, 2010

Proposan Penelitian (Skripsi) Kecenderungan Perilaku Memilih Warga Desa Wonokerto Kecamatan Karang Tengah Kabupaten Demak dalam Pilkades (PemilihaN Kepala Desa)

BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang Masalah
            Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat yang diselenggarkan secara langsung, bebas, rahasia, jujur dan adil guna menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
            Pelaksanaan Pemilu sangat menentukan nasib bangsa untuk masa selanjutnya, sehingga penyelenggaraannya harus benar-benar terorganisir dengan baik sesuai dengan asas pemilu tersebut dan dikelola orang-orang yang bertanggung jawab serta memilki integritas, profesionalitas, dan akuntabilitas tinggi.
            Jika dalam pelaksanaan pemilu yang terjadi penyimpangan-penyimpangan dan berbagai kecurangan yang dilakukan oleh golongan tertentu utuk mendapatkan jumlah suara terbanyak maka Pemilu yang dilaksanakan secara serentak dibelahan dunia dengan biaya yang tak sedikit ini tidak akan mencapai hasil optimal yang sesuai harapan rakyat Indonesia secara mayoritas. Akibatnya, pemerintahan demokratis hanya sebagai angan-angan yang tak terwujud bahkan kekacauan terjadi dimana-mana.
Secara umum Pemilu yang dilaksanakan dari tingkat atas sampai ketingkat paling bawah (pemilhan kepala desa) adalah tujuannya sama yaitu untuk menciptakan terwujudnya pemerintahan yang demokratis akan tetapi dalam kenyataan masih banyak hambatan dan rintangan yang terjada. Orang-orang yang mencalonkan diri sebagai pemimpin tidak begitu sadar akan tanggung jawab yang mengakibatkan ketidak percayaan rakyat dan anantusia masyarakat terhadap Pemilu menjadi berkurang.
Demokrasi dimana semua warga mempunyai kesempatan dan kedudukan yang sama dalam berperan serta dalam Pemilu menjadikan antusias masyarakat sangat besar untuk berpartisipasi dari mencalonkan diri sebagai Presiden samapai Kepala Desa.  Yang menyebabkan terlalu banyaknya calon yang ikut serta dalam Pemilu menimbulkan kebingungan terhadap masyarakat “pemilih”. Masyarakat sangat sulit menentukan pilihan yang terbaik akan tetapi juga diimbangi dengan kemampuan seorang calon yang mempunyai trik, visi dan misi yang bertujuan untuk mempengaruhi pemilih agar bisa mendapatkan suara  sebanyak-banyaknya.
 Pemilihan
Pemilihan Kepala Desa adalah salah satu bentuk perwujudan dan partisipasi dalam mewujudkan pemerintahan yang demokrasi. Desa adalah bagaian dari system pemerintah yang penting dimana pemimpin yang integritas, profesionalitas, dan akuntabilitas tinggi sangat diperlukan untuk kemajuan desa itu sendiri.
Saya melihat kini ada kecenderungan perilaku pemilih yang mulai mengedepankan rasional-pragmatis dan psikologis ketimbang sentimen etnis. Ada tiga hal sebagai bahan dasar argumen. Pertama, angka golput dalam pemilu rata-rata nasional kini berkisar 30%. Mereka ini bisa saja mewakili kecenderungan pemilih rasional-pragmatis.
Kedua, lihat saja hasil exit polling (riset usai pencoblosan) yang dilaksanakan LSI berkaitan perilaku pemilih (1.367 sampel) pada pelaksanaan Pilgub DKI 8 Agustus 2007. Alasan Anda memilih gubernur DKI? Saya memilih karena kemampuan kandidat (28,5%), kepribadian kandidat (19,5%), program yang ditawarkan (18,1%), didukung parpol pilihan saya (6,9%), dan kesamaan suku dan agama (7,5%). Faktor etnis dan aliran tampaknya sudah ditinggalkan dan pemilih makin cerdas psikologisnya.
Ketiga, para pemilih kini sudah kenyang pengalaman mulai memilih RT, pilkadus, pilkades, pilbup/pilwalkot, pileg/DPD, pilpres I--II, dll. Mereka makin melek politik. Mereka bisa menghubungkan antara janji politik dan realitas yang terjadi. Mereka kelak bisa saja tetap memilih, tapi saya khawatir dengan bekal melek politik malah banyak yang tidak memilih.
Lalu, bagaimana dengan pemilih Pilkades di Wonokerto 2008 ini? Di tengah berbagai kesenjangan dan beban berat kehidupan, apakah perilaku pemilih makin rasional-pragmatis, psikologis ataukah masih setia dengan sentimen etnis? Riset yang serius tampaknya diperlukan untuk mendapat jawaban konkret.
B.     Perumusan Masalah
Di era demokrasi dimana setiap orang berhak menentukan sikap dan tujuan, salah satunya adalah kebebasan dalam berpolitik dan menetukan tujuan politiknya. Dalam pesta demokrasi (Pilkades) sangat berpengaruh terhadap kemajuan Desa.
Dari berbagai permasalahan di atas, maka masalah yang penulis rumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : meneliti kecenderungan perilaku memilih dalam “Pilkades” di desa Wonokerto Kecamatan Karang Tengah Kabupaten Demak.

C.     Tujuan      
            Tujuan penelitian ini adalah utuk mengetahui kecenderungan prilaku memilih warga Desa Wonokerto Kecamatan Karang Tengah Kabupaten Demak dalam Pilkades. 

D.    Sasaran
Semua warga Desa Wonokerto Kecamatan Karang Tengah Kabupaten Demak.

E.     Kerangka Teori
Secara umum pendekatan perilaku pemilih dalam ilmu politik terbagi ke dalam tiga garis besar pendekatan/ model (Martin Harrop dan William Miller, 1987: 130-161). Pertama, pendekatan yang sangat psikologis yang disebut identifikasi partai (party identification). Kedua, pendekatan yang menganggap individu memiliki kapasitas rasional untuk menentukan pilihan-pilihannya (rational choice). Pemilih dianggap memahami, mengapa ia memilih, apa dampak dari pilihannya itu dan ia sadar betul pilihan yang diambil adalah instrumen penting bagi artikulasi kepentingan politiknya. Lalu pendekatan yang terakhir, adalah pendekatan secara sosiologis (sociological approach). Pendekatan ini melihat pentingnya basis sosial dalam menentukan perilaku memilih. Misalkan, identitas sosial seperti agama, kelas sosial, dan suku bangsa menjadi alasan utama seseorang memilih sebuah partai atau seorang kandidat. Sekarang mari kita bahas secara singkat pendekatan-pendekatan ini, dan memutuskan mana yang paling mungkin untuk menjelaskan fenomena mudik untuk nyoblos ini.
Pendekatan party identification menekankan pentingnya keluarga dalam sosialisasi politik terhadap anak, hingga mentransmisikan apa yang disebut dengan psychological attachment (kedekatan psikologis) antargenerasi. Nilai-nilai kesetiaan terhadap partai atau figur tertentu ditransmisikan kepada anak pada saat usianya masih sangat belia (antara 10-11 tahun). Pengaruh keluarga ini terus berlangsung hingga anak dewasa meskipun berjalan sangat cair dengan lingkungannya sepanjang masa. Hingga akhirnya, sang anak memahami politik sebagaimana orang tua mereka. Masa anak-anak hingga remaja dan dewasa inilah yang diklaim pendekatan ini menentukan perilaku memilih dan pilihan politik seseorang. 
Sementara itu pendekatan rational choices menganggap pemilih merupakan individu bebas. Individu memilih bukan karena adanya kedekatan psikologis dengan calon atau partai tertentu. Seseorang menentukan pilihan politiknya tidak berdasarkan latar belakang keluarga, budaya maupun kelas sosial di mana dia berada. Pilihan-pilihan politik tersebut murni sebagai pencerminan kepentingan pribadinya. Seluruh pemilih dalam pendekatan ini dianggap memahami benar makna pilihannya dan dampaknya bagi dirinya. Masalahnya, pendekatan ini hanya mampu memahami individu dengan ukuran-ukuran tertentu. Misalnya, si pemilih harus berpendidikan tinggi, tingat ekonomi yang mumpuni dan sebagainya. Pra-syarat ini sepertinya yang harus dipenuhi terlebih dulu, jika ingin menganggap individu menjadi rasional dalam memilih. 
Pendekatan sosiologis melihat pentingnya basis sosial seseorang di masyarakat. Basis sosial diartikan beragam, misalnya mulai dari agama, suku, dan kelas sosial yang dimiliki seseorang. Kalau saya sebagai pemilih, maka pendekatan ini akan memulai analisanya dari faktor-faktor tersebut. Sebagai contohnya, kalau saya beragama Islam, maka ada kemungkinan besar saya akan memilih partai Islam. Kajian Clifford Geertz, Javanese Voter, sepertinya menjadi rujukan klasik yang paling banya dikenal. Kesimpulannya dengan membagi karakter pemilih di Jawa menjadi tiga, antara lain santri, abangan dan priyayi menjadi rujukan tidak hanya dalam literatur ilmu antropologi yang digelutinya. Namun, kategorisasi yang agak ‘aneh’ tersebut memang banyak dikritik, khususnya kategori priyayi yang merupakan kelas sosial. Berbeda dengan santri dan abangan yang menjelaskan kategori tingkat ketaatan religi dalam Islam. 
Ian Mc Allister (1992) dalam bukunya, Political Behaviour: Citizen, Parties, and Elites in Australia, mencatat ada perilaku pemilih Australia yang konsen pada faktor struktural (memilih berdasarkan kedekatan kelas sosial-ekonomi, desa-kota, dll) dan faktor ekologi (memilih berdasar pada kedekatan karakterisik wilayah pedalaman, pesisir, pertanian, perkebunan, dll.).
Jadi, dalam perspektif yang lebih kompleks setidaknya ada lima faktor memengaruhi perilaku pemilih, yakni faktor sosiologi (etnis, aliran), psikologi, rasional-pragmatis, struktural, dan ekologi. Faktor-faktor ini bersifat komplementatif, relatif, dan tentu saja tidak absolut.
BAB II

A.     Deskripsi Obyek Penelitian

Faktor demografi penduduk merupakan salah satu bagian yang tidak dapt dipisahlan dalam setiap perkembangan masyarakat. Pada bagian ini akan digambarkan komposisi jumlah penduduk dengan jumlah wajib pilih pada pemilihan kepala desa Wonokerto 2008.
Komposisi penduduk menururt pencatatan akhir November desa Wonekerto memiliki penduduk sejumlah 2.027 jiwa terdiri dari 1.440 jiwa adalah laki-laki, 1481 jiwa adalah perempuan. Dengan jumlah pemilih 2.027 jiwa.
Sebagian besar penduduk desa Wonokerto Kecamatan Karang Tengah bermata pencarian sebagi petani dan pedagang serta buruh di pabrik. Mata pencarian sebagi buruh yang di pabrik-pabrik dan petani yang lebih banyak di geluti oleh penduduk desa Wonokerto.
Pelaksanaa pemilhan kepala daerah secara langsung yang akan dilaksanakan pada tanggal 28 Desember 2008. Dan pada tahap pendaptaran samapi penutupan hanya terdapat seorang calon yang mendaptarkan diri. Yang menjadi peserta adalah bapak Subari. Dan diketahui bahwa calon yang mengikuti pelaksanaan Pilkades hanya satu orang atau calon tunggal yang kemungkinan besar tidak mendapat masalah yang serius pada waktu peaksanaan pemilIhan.
BAB III

PEMBAHSAN

Dari hasil observasi (pengamatan) di desa Wonekerto kecamatan Karang Tengah Kabupaten Demak. Sejak dibukanya pendaftaran dan sampai berakhirnya pendaftaran yang diketehaui bahwa calon yang ada dan mengikuti pemilhan Pilkades hanyalah satu orang yang dimana calon hanya satu atau tunggal sangat terbuka lebar untuk dapat memenagkan pemilihan tersebut.
Kenyataan dilapangan pada waktu pelaksanaan pemilihan Kepala Desa yang dilaksanakan pada tanggal 28 Desember 2008, yang pada waktu itu pemilih sebanyak 2. 027 orang, dan yang hadir dan memberikan suaranya pada waktu ialah sebyak 1887 orang, dan tidak hadir pada waktu pelaksanaan pemilihan Kepala Desa sebanyak 140 orang. Calon yang hanya satu orang mendapatkan sebanyak 1677 suara dari total pemilih 1887 oarang, jadi dapat disimpulkan calon menang mutlak sekitar 80%. Mungkin salah satu alasan mengapa calon menang mutlak adalah karena tidak ada lawan yang sangat berarti pada waktu pelaksanaan pemilihan Kepala Desa dikaranakan calon hanya satu atau tunggal.
Dari hasil wawancara (interview) dilapangan kepada masyarakat yang akan memilih dan menentukan pilhinnya dalam memilih dan alasan-alasan kenapa mereka memilih. Banyak alasan yang beragam dari masayarakat yang didapat dari hasil wawancara dilapangan. Dari 10 orang yang wawancarai, mengapa alasan mereka memilih dan kenapa mereka memilih sang calon alasan mereka kebanyakan adalah factor internal dari sang calon, factor internal dari sang calon misalkan ialah kepribadian sang calon, latar belakang sang calon dan kehidupan sang sehari-hari sang calon di masyarakat. Pemilih lebih cenderung kefaktor internal sang calon dari pada faktor eksternal misalkan program yang akan di jalankan apabila sang calon terpilih menjadi Kepala Desa tidak banyak yang menjadi latar belakang memilih sang calon.
Jadi kalau kalau dikaitkan dengan kerangka pemikiran dalam penelitian ini masyarakat desa Wonekerto memilih sang calon yang mengikuti pemiliha Kepala Desa cenderung kearah pendekatan party identification menekankan pentingnya keluarga dalam sosialisasi politik terhadap anak, hingga mentransmisikan apa yang disebut dengan psychological attachment (kedekatan psikologis) antargenerasi. Nilai-nilai kesetiaan terhadap partai atau figur tertentu ditransmisikan kepada anak pada saat usianya masih sangat belia (antara 10-11 tahun). Pengaruh keluarga ini terus berlangsung hingga anak dewasa meskipun berjalan sangat cair dengan lingkungannya sepanjang masa. Hingga akhirnya, sang anak memahami politik sebagaimana orang tua mereka. Masa anak-anak hingga remaja dan dewasa inilah yang diklaim pendekatan ini menentukan perilaku memilih dan pilihan politik seseorang. 
Perilaku memilih masyarakat desa Wonekerto cenderung kearah prilaku pendekatan yang psikologis dikarenakan alsan-alasan masyarakat lebih cenderung pada faktor internal sang calon, misalkan latar belakang sang calon, dan kepribadian sang calon. Ada juga sebagain pemilih kearah yang sosiologis dan ada juga kearah yang rasional. Akan tetapi faktor yang lebih banyak mempengaruhi adalah pendekatan psikologis.
Pada waktu pelaksanaan pemilihan berlagsung juga terdapat sekitar 140 orang yang tidak hadir dan  tidak mengikuti pelaksanaan pemilahan Kepala Desa. Ketidak hadiran masyarakat tersebut bukan dikarenakan sang calon akan tetapi dikarenakan pemilih tidak berada di desa tersebut. alasan teksnis yang menyebabkan mereka tidak menentukan pilihan mereka dikarenakan kebyakan masarakat sekitar bekerja di luar kota yang menyebabkan tidak menentukan pilihannya dalam pelaksanaan pilkades.
Jadi perilaku memilih masarakat desa Wonokerto kecamatan Karang Tengah kabupaten Demak pada waktu pelaksanaan Pilkades lebih cenderung bersifat psikologis dibandingkan sosiologis atau rasional chois.
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari uarai diatas dan dari hasil penelitian di lapangan yang dilakuakan dan dari hasil pemilihan kepala desa yang dilaksanakan pada tanggal 28 Desember 2008. Dengan kemengangan mutlak sang calon tunggal yang memperoleh sekitar 80% suara dari pelaksanaan Pilkades dapat ditarik kesimpulan bahwa.
Dalam pemiliha Kepala Desa di desa Wonekerto kecamatan Karang Tengah Kabupaten Demak dapat di tarik kesimpulan, prilaku memilih masayarakat desa Wonekerto lebih cenderung kearah psikologis dikarenakan faktor internal sang calon tersebut dan dikarenakan latar belakang kepribadian sang calon yang membuat masayarakat menjadi tertarik memilih sang calon sebagai kepala desa.
Alasan-alasan tersebut menjadi latar belakang seorang memilih alasan dan kenapa mereka memilih. Hampir dari semua warga yang di wawancarai berpendapat bahwa mereka memilih sang calon karena dilaterbelakangi oleh faktor internal sang calon yang dapat di simpulakn bahwa kecenderungan perilaku memilih masarakat desa Wonokerto lebih cenderung ke alasan yang bersifat psikologis.

Artikel Terkait:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar