Sabtu, Oktober 02, 2010

Corporate Social Responsibility (CSR, tanggung jawab sosial perusahaan)

PENDHULUAN

Latar Belakang Masalah     

Akhir-akhir ini kerapkali terjadi kecelakaan dan musibah yg disebabkan oleh kalangan industri, sehingga menimbulkan stigma industrial di kalangan masyarakat. Sebagai contoh adalah mengenai kasus lumpur panas Porong,-memang hal ini lebih dikarenakan faktor teknis dan human error- yang telah menjadi trigger untuk kembali menyerukan tanggung jawab kalangan pebisnis terhadap lingkungan sekitranya. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan perlunya kesadaran terhadap CSR ( Corporate Social Responsibility ) demi tercapainya sebuah keseimbangan dunia usaha antara pelaku dan masyarakt sekitar.
Semenjak keruntuhan rezim diktatoriat Orde Baru, masyararakat semaikin berani untuk beraspirasi dan mengekspresikan tuntutannya terhadap perkembangan dunia bisnis Indonesia. Masyarakat telah semakin kritis dan mampu melakukan filterisasi terhadap dunia usaha yg tengah berkembang di tengah masyarakt ini. Hal ini menuntut para pelaku bisnis untuk menjalankan usahanya dengan semakin bertanggungjawab. Pelaku bisnis tidak hanya dituntut utk memperoleh capital gain atau profit dari lapangan usahanya, melainkan mereka juga diminta utk memberikan kontribusi-baik materiil maupun spirituil- kepada masyarakat dan pemerintah.
CSR lahir dari desakan masyarakat atas perilaku perusahaan yang mengabaikan tanggung jawab sosial seperti perusakan lingkungan, eksploitasi sumber daya alam, ngemplang pajak dan menindas buruh. Pendeknya, perusahaan berdiri secara diametral dengan kehidupan sosial.
Kesan perusahaan, terutama pemilik modal, lebih menampakkan wajar yang a-sosial. Biasanya orang gerundelan menyebutnya pelit, tertutup, mau untung doang, menghalalkan segala cara dan tidak punya hati kepada karyawan. Ini kenyataan bahwa kaum kapitalis memang tegak berdiri di atas derita banyak orang.
Kini situasi semakin berubah. Konsep dan praktik CSR sudah menunjukkan sebagai keharusan. Para pemilik modal tidak lagi menganggap sebagai pemborosan. Hal ini terkait dengan meningkatnya kesadaran sosial kemanusiaan dan lingkungan. Di luar itu, dominasi dan hegemoni perusahaan besar sangat penting peranannya di masyarakat.
Kekuatan perusahaan yang semakin besar.
Kelangsungan suatu usaha tak hanya ditentukan oleh tingkat keuntungan, tapi juga tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Apa yang terjadi ketika banyak perusahaan yang didemo, dihujat, bahkan dirusak oleh masyarakat sekitar lokasi pabrik? Bila ditelusuri, sangat boleh jadi salah satu penyebabnya adalah kurangnya perhatian dan tanggung jawab manajemen dan pemilik perusahaan terhadap masyarakat maupun lingkungan di sekitar lokasi perusahaan tersebut. Investor hanya mengeduk dan mengeksploitasi sumber daya alam yang ada di daerah tersebut, tanpa memperhatikan faktor lingkungan. Selain itu, tidak ada atau nyaris sangat sedikit keuntungan perusahaan yang dikembalikan kepada masyarakat. Justru mereka malah dipinggirkan.
Berbagai peristiwa negatif yang menimpa sejumlah perusahaan, terutama setelah reformasi, seharusnya menjadi pelajaran yang berharga bagi para pemilik dan manajemen perusahaan untuk memberikan perhatian dan tanggung jawab yang lebih baik kepada masyarakat, khususnya di sekitar lokasi perusahaan. Hal ini sekarang populer dengan sebutan Corporate Social Responsibility (CSR, tanggung jawab sosial perusahaan). Menurut Ketua Corporate Forum for Community Development (CFCD) Thendri Supriatno, CSR sangat penting tidak hanya bagi masyarakat, melainkan juga perusahaan itu sendiri. ''CSR dapat mencegah dampak sosial lebih buruk, baik langsung atau tidak langsung, atas kelangsungan usaha, karena gesekan dengan komunitas sekitar,'' tutur Thendri.

PEMBAHASAN
Korporasi akan kesulitan jika masih menggunakan paradigma lama, yaitu mengejar keuntungan yang setinggi-tingginya tanpa memperdulikan kondisi masyarakat sekitar. Hal ini akan memicu ketidakpuasan (kecemburuan sosial) dari masyarakat sekitar. Selain itu, perusahaan tidak dapat menggali potensi masyarakat lokal yang seyogiyanya dijadikan modal sosial perusahaan untuk maju dan berkembang. Berbeda dengan konsep community development yang menekankan pada pembangunan sosial (pembangunan kapasitas masyarakat), di mana korporasi dapat diuntungkan, baik dalam jangka pendek maupun panjang. Selain dapat menciptakan peluang-peluang sosial-ekonomi masyarakat, menyerap tenaga kerja dengan kualifikasi yang diinginkan, mereka juga dapat membangun citra sebagai korporasi yang ramah dan peduli lingkungan. Untuk keperluan ini Agenda 21 disarankan menggunakan empat pilar pembangunan berkelanjutan (Soemarwoto: 2003), yaitu pro lingkungan hidup, pro rakyat miskin, pro gender dan pro lapangan kerja.

CSR yg seharusnya telah terintegrasi dalam hierarki perusahaan sebagai strategi dan policy manejemenny, tetap masih dipandang sebelah mata oleh kebanyakan pelaku bisnis di Indoneisa. Esensi dan signifikansi dari CSR masih belum dapat terbaca sepenuuhnya oleh pelaku bisnis, sehingga CSR sendiri baru sekedar wacana dan implementasi atas tuntutan masyarakat. Hal ini otomatis akan mengurangi implementasi dari CSR itu sendiri.

CSR pada dasarnya memiliki kerinduan yg sama; ingin menjalankan bisnis dengan lebih bermartabat, dgn konsekuensi akan mengurangi profit. Pengusaha seharusnya menjalankan bisnis tidak semata untuk profitability melainkan lebih dari itu, sustainability. Nah, `kesadaran utk menjalankan bisnis bukan sekedar utk mencari profit semata, masih minim dimiliki oleh sebagian pelalaku bisnis di Indonesia. Padahal, justru faktor kesinambungan tadi yang sangat menetukan masa depan sebuah usaha. Ambil contoh, jika Anda seorang pengelola usaha, maka Anda punya pilihan untuk mendapatkan keuntungan 30% dan 10%. Agar mendapatkan keuntugn 30%, Anda harus rajin tuk melobi para pejabat, menjilat para atasan, mengelabui mitra usaha, dan mengesampingkan social responsibilty. Tetapi, risikonya bisnis Anda paling banter hanya mampu bertahan selama 5 tahun, karena banyaknya masalah yg timbul dari praktik usaha semacam itu. Namun, jika Anda memilih keuntungan yg lebih sedikit, 10% tetapi dengan memperhatikan etika bisnis serta mempunyai social responsibility yg besar, bisnis Anda notabene akan dapat berjalan dengan baik. Peluang untuk hidup dan berkompetisi dalam jangka panjang pun akan lebih terjamin. Toh, masayarakt kita bukanlah masyarakt yg masih dapat dibodohi oleh sisi eksternal perusahaan, masyarakt ini lebih kritis dan peka terhadap kinerja dan kontribusi perusahaan terhadap dunia luar.Masalahnya semakin rumit ketika tetap saja para pelaku dan investor berpijak pada stereotipe bahwa CSR tidak profitable, tidak berdampak langsung terhadap peningkatan pendapatan perusahaan. Mereka cenderung ingin yang instan, langsung mendapat profit besar, tanpa peduli terhadap masalah2 eksternal perusahaan. Selain itu, investor juga terlalu menginginkan realisasi investasi mereka utk sektor riil-dalam artian benar2 berdampak langsung terhadp peningkatan pendapatan-. Padahal, CSR memiliki dimensi yg jauh lebih rumit dan kompleks dari sekedar analisis rug-laba. Pengenalan terhadaap budaya setempat atau analisis terhadap need assesment semestinya menjadi hal krusial yg mesti dilakukan. Poin inilah yg terkadang menyebabkan crash kepentingan, sehingga dunia usaha terkadang merasa program CSR bukanlah kompetisi mereka. Paradigma mengenai kontribusi pajak perusahaan terhadap negara semakin menambah runyam masalah ini. Ada beberapa kalangan yg menilai jika masalah sosial hanya merupakan tanggungjawab negara saja, dunia usaha cukup membayar pajak utk memberikan kontribusi terhadap masyarakt. Pemikiran ini sudah tidak relevan, justru perusahaan yg akan memenagkan kompetisi global adalah perusahaan yg memiliki kemampuan public relation yg baik, salah satunya dapat dicapai dgn mencangkn program CSR yg terintegrasi sebgai standar kebijakan dan strategi bisnis mereka. Lagipula, dengan adanya anggapan bahwa dunia usaha merupakan bagian yg terintegrasi dalam masyarakt, sudah sepatutnya jika dunia usaha berkewajiban utk membantu menyelesaikan masalah sosial yg ada dalam kehidupan bermasyarakat. Selain itu, semestinya dunia usaha tidak mengganggap CSR sebagai kewajiban yg memaksa, sebagai refleksi dari tuntutan masyarakat terhadap dunia usaha yg jika tidak dilakukan akan berdampak adanya anarkisme, vandalisme, maupun bentuk2 kegiatan represif dari masyarakat. Sebalikny, dunia usaha harus menjadikan program CSR sebagai kebutuhan, yg jika tidak dilakukan akan mempengaruhi kinerja perusahaan.
Isu CSR dapat disimpulkan sebagai parameter kedekatan era kebangkitan masyarakt (civil society). Maka dari itu, sudah seharusnya CSR tidak hanya bergerak dalam aspek philantropy maupun level strategi, melainkan harus merambat naik naik ke itngkat kebijakan (policy) yg lebih makro dan riil. Dunia usaha harus dapat mencontoh perusahaan2 yg telah terlebih dahulu melaksanakn program CSR sbgi salah satu policy dari manjemen perusahaan. PT. Bogasari, misalnya memiliki program CSR yg terintegrasi dengan strategi perusahaan, melalui pendampingan para pelaku usah mikro, kecil, dan menengah (UMKM) berbasis terigu. Seperti yg telah kita ketahui, jika mereka adalah konsumen utama dari produk perusahaan ini. Demikian juga dengan PT. Unilever yg memiliki program CSR berupa pendampingan terhadap petani kedelai. Bagi kepentingan petani, adanya program CSR ini berperan dalam meningkatkan kualitas produksi, sekaligus menjamin kelancaran distribusi. Sedangkan bagi Unilever sendiri, hal ini akan menjamin pasokan bahan baku utk setiap produksi mereka yg berbasis kedelai, sperti kecap Bango, yg telah menjadi salah satu andalan produknya. Ada kalanya program CSR perusahaan tidak mesti harus berada pada tingkat produsen dan pengembangan produk, tetapi dapat mencakup aspek2 lain, semisal pendidikan dan pelatihan, serta konservasi. Poin yg pertama, akhir2 ini seakan2 sedang menjadi tren di dunia usaha. Banyak perusahaan yg memilih program CSR di bidang edukasi. Program seperti ini kebanyakn memfokuskan pada edukasi bagi generasi mendatang, pengembangan kewirausahaan, pendidikan finansial, maupun pelatihan2. PT. Astra International Tbk, misalny, telah membentuk Politeknik Manufaktur Astra, yg menelan dana puluhan milyar. Selain itu, ada juga program dari HM Sampoerna utk mengembangkan pendidikan melalui Smapoerna Foundation, utk program ini, Sampoerna sendiri telah mengucurkan dana tak kurang dari 47 milliar. Nah, jelas sudah jika CSR sangat bermanfaat untuk masyarakat dan dapat meningkatkan image perusahaan. Jadi, semestinya dunia usaha tidak memandang CSR sebgai suatu tuntutan represif dari masyarakat, melainkan sebagai kebutuhan dunia usaha.
Kendala CSR, kendala yang dialami sebuah perusahaan dalam melaksanakan CSR terletak pada komitmen dari perusahaan itu sendiri. "Apakah perusahaan bersangkutan mempunyai komitmen untuk turut bertanggung-jawab terhadap lingkungan sekitarnya atau tidak. Sebab, jika perusahaan itu tidak memiliki komitmen terhadap lingkungan sekitarnya, maka tanggung jawab dan kepedulian sosial itu pun juga tidak ada. Hal itu, juga berdampak pada dukungan perusahaan bersangkutan untuk mewujudkan kepedulian tersebut. Selain komitmen dan dukungan dari perusahaan, kendala yang juga dihadapi sebuah perusahaan dalam menjalankan kepedulian sosial tersebut adalah program yang akan dilaksanakan. "Banyak perusahaan yang memiliki komitmen tinggi terhadap masalah-masalah sosial, namun program yang dilaksanakan tidak berdasarkan pada ketulusan hati nurani. Artinya, bentuk kepedulian sosial hanya ditujukan pada popularitas semata. CSR (tanggung jawab sosial perusahaan) merupakan keharusan bagi perusahaan bila ingin terus maju dan berkembang. ''Komitmen perusahaan terhadap masyarakat yang diimplementasikan dalam bentuk program CSR dapat mencegah munculnya gesekan sosial yang dapat merugikan perusahaan maupun masyarakat. Bila CSR dilaksanakan dengan baik, akan berdampak positif terhadap keberlangsungan usaha. Selain itu, CSR pun dapat menjadi bagian dari pembangunan citra perusahaan. ''Di negara-negara maju, CSR merupakan salah satu prasyarat bagi sebuah perusahaan untuk mendapatkan pinjaman dari bank. Di Indonesia, belum sejauh itu, namun berbagai kejadian negatif yang menimpa berbagai perusahaan seharusnya menjadi pelajaran bagi para pemilik dan manajemen perusahaan untuk segera menerapkan CSR, Saat ini masih banyak perusahaan yang melakukan CSR hanya sebagai ''pemadam kebakaran''. Begitu terjadi kasus keributan dengan masyarakat, buru-buru mereka melakukan penanangan, misalnya dengan memberikan bantuan dana kepada masyarakat sekitar. Program peredam gejolak atau pemadam kebakaran ini mempunyai banyak risiko negatif, seperti menciptakan ketergantungan, menciptakan psikologi ''tak pernah cukup', dan tidak mendidik. Selain itu, tidak terprogram, serta tidak akan berkelanjutan. Apa pun tujuan dan kebutuhannhya, perancangan dan perencanaan program CSR tetap memerlukan pemahaman yang benar atas kondisi dan perubahan masyarakat, serta tujuan yang ingin dicapai perusahaan melalui program tersebut. ''Salah pendekatan akan menyebabkan ketentraman dan keamanan terganggu dalam menjalankan usaha. Mendapatkan beberapa temuan penyebab kurang berhasilnya program pengembangan komunitas CSR. Pertama, rendahnya komitmen perusahaan. Kedua, kekeliruan perancanan program dan miskonsepsi. Ketiga, penempatan personel yang kurang tepat. Keempat, penempatan fungsi dalam struktur organisasi perusahaan (dijabat rangkap), sehingga menjadi marjinal dan pengambilan keputusan sangat lambat.

KESIMPULAN
Konsepsi CSR bagus, kalo dijalankan sebener-benernya. Cuman, CSR ini masih sarat dengan berbagai kepentingan: corporate, pemerintah, elite masyarakat, insitusi terkait dan sebagainya yang tidak sama memandang fngsi CSR untuk kepentinan rakyat. Padahal, CSR adalah sebua keniscayaan karena menjadi salah satu tujuan sebuah entitasbisnis didirikan yaitu : profit, nilai saham,kesejahteraan karyawan, dan kesejhteraan masyarakat (utmanya mereka yang terkena dapak langsung aktivitas corporate: misal pertambangan). Namun banyak juga corporate yang menggunakan CSR untuk akal-akalan semata. Karena tidak terencana baik, dan jarang yang dievaluasi keberhasilannya dalam meningkatkan kberdayaan dan kesejahteraan masyarakat

Sudah saatnya para pengusaha besar di Indonesia memiliki kepedulian dan komitmen akan masyarakat disekelilingnya tidak hanya sekedar mencari keuntungan semata, mengekploitasi alam dan SDM di Indonesia. Dengan arogansi dan tidak memiliki kepedulian terhadap masyarakat sekililingnya terutama masyarakat miskin dan lingkungan itu mengakibatkan terjadinya ketidak seimbangan baik sesama manusia , maupun alam. Akibatnya terjadinya bencana alam, itu karena kecongkakan manusia yang rakus mengejar materi semata.Program CSR itu sudah sewajarnya dilakukan oleh para pengusaha sukses. Agar tercipta kehidupan yang seimbang dan merata.

Daftar pustaka

Irfan, CSR Antara Tuntutan Dan KebutuhanRepoblika 10 maret 2007
G:\csr\CSR, Antara Tuntutan dan Kebutuhan « This is dedicated for her….htm
Nur Ayani, CSR Bukab Sekedar Tren, Sinar Harapan Sabtu, 25 Maret 2006
Mendorong Imflementasi CSR, Repblika senin 30 Mei 2005
G:\csr\Republika Online  http--www_republika_co_id.htm
Tanggung jawab sosial perusahaan perlukah diatur, suara merdeka, senin 30 Juli 2007
G:\csr\Tanggung Jawab Sosial Bukan Beban bagi Perusahaan - Sabtu, 10 September 2005.htm
Oky Syeiful R. Harahap, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, Pikiran Rakaayat Rabu 11 Januri 2007
G:\csr\CSR « Yusuf Yudi Prayudi.htm
G:\csr\CSR Harus Tingkatkan Kualitas Manusia dan Lingkungan - KOMPAS CYBER MEDIA.htm

Artikel Terkait:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar