Jumat, Oktober 29, 2010

Iran : Berkuasanya Islam Revolusioner

     Revolusi iran disebut sebagai “salah satu permbrontakan rakyat terbesar dalam sejarah umat manusia[1]. Bagi banyak kalangan, revolusi Islam Iran pada tahun 1978-1979 merupakan contoh murni Islam politis, “fundamentalisme Islam”. Revolusi itu mengangkat banyak isu yang berkait dengan Islam kontemporer keyakinan, kebudayaan, kekuasaan, dan politik. Penekanana pada identitas bangsa, keaslian budaya, partisipasi politik dan keadilan sosial dan disertai pula dengan penolakan terhadap pembaratan, otoritisme pemerintah, dan pembagian kekayaan yang tidak merata. Iran di bawah Khomeni menjadi paradigma bagi Islam revolusioner atau radikal, dan potensi penyebaran dan ancamannya dikhawatirkan oleh banyak pemerintahan di dunia Muslim dan Barat. Seruan Marg Bang Amerika, “Mampuslah Amerika”, tidak dapat segera dilipukan dan terus bergema dari waktu ke waktu. Iran menjadi titik acuan utama utnuk contoh bagi mereka yang hendak membicarakan hakekat dan acaman “fundamentalisme Islam” dengan kaitannya dengan isu-isu yang berkisar dengan Islam dan revolusi hingga Islam demokrasi[2]. Tidak ada yang lebih tepat melambangkan refolusi Iran daripada menghadap-hadapakan lambang identitas Iran dan lambang revolusi; Syah Iran dan Ayatullah Rahullah Khoemeni. Syahansyah, atau raja diraja yang mengangkat dirinya sendiri dan oleh para leluhurnya dijuluki “Bayangan Tuhan di atas Bumi” melarikan diri sebelum kembalinya sang mullah berjenggot bernama Rahullah, “napas Tuhan,[3]” dengan membawa kemenangan. Dinasti Pahlevi telah hancur mengahdapi “revolusi Islam” yang menjanjikan partisipasi politik yang lebih besar, mempertahankan identitas dan kemerdekaan nasional, dan membangun masyarakat yang lebih berkeadilan sosial. Republik Islam Iran adalah sebuah Negara modern yang memberikan pengakuan dan tempat yang layak bagi warisan dan identitas relegio-kultural Iran.
     Republik Islam Iran tetap menjadi lambang penting bagi Islam revolusioner, tetapi menjelang pertengahan 1990-an, setelah berlangsung lebih dari setengah dasawarsa, pengalaman contoh darinya dapat dijadikan studi kasusu mengenai Islam Politis modern dalam praktiknyaa. Jelas bahwa Iran mewakili eksprimen penting dalam upaya menciptakan Negara agama yang modern. Struktur yang dibangunnya tidak sama dengan pola-pola praktik demokrasi sebagaimana dikembangkan dalam masyarakat Barat. Sistem politik Iran merupakan perpaduan antara aturan otoriter dan partisipasi politik rakyat yang penuh perdebatan dengan cara yang mencerminka isu penting menyangkut hubungan Islam dan demokrasi.



[1] Richad W. Conttam, “Inside Revolutionary Iran”, The Middle East Journal 43: 2 (musim semi 1989), hln. 168
[2] Lihat, misalnya, Juan R.I Cole dan Nikki R. Keddie, peny., Shiism and social Protest (New Haven: Yale University Press, 1986), dan Martin Kramer, peny., Shiism, Resistance, and Revolution (Boulder, Colo: Westview 1987)
[3] Bab ini diambil dari telaah sebelumnya, “The Iranian Revolution: A Ten year Perspective”, dalam John L. Esposito, The Iranian Revolution: Its Global Impact (Miriami: Florida International University Press, 1990) Bab 1.

Artikel Terkait:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar